Record The Journey and Thoughts

Thursday, 2 November 2006

Menyaksikan Lumpur Lapindo


Selama ini berita semburan lumpur panas dari proyek PT. Lapindo Brantas (Lapindo) di sidoarjo hanya terlihat di tayangan berita televisi. Sebenernya dari jalan raya porong pun bisa melihat areal lumpur. Saya sering melihat sewaktu melintas di porong dalam perjalanan menuju rumah kakak di perum TAS-2 tanggulangin. Dari jalan raya itu terlihat seperti lautan, karena lumpurnya berkilauan bergerak naik turun seperti ombak gitu (hiperbola ya?). Namun sekarang pemandangan itu ga bisa dilihat lagi sebab tanggul yang menahan lumpur semakin tinggi sekitar 5 meter, sehingga yang terlihat dari jalan hanyalah gundukan tanggul.

Kemaren (01/11/06) saya melihat kondisi desa yang terendam lumpur dari dekat. Sepulang dari rumah kakak kemaren, pak sopir pengen berhenti sebentar untuk melihat desa yang klelep. Berhubung masih sore (jam 4-an), kita oke2. Setelah mendapat tempat parkir yang nyaman kita menuju pintu masuk untuk naik ke tanggul. Layaknya tempat rekreasi, di sana tersedia tempat parkir, warung2, dan penjaga pintu masuk. Tarif masuk Rp 1000/orang. Setelah naik tanggul kita dicegat oleh para pengojek. Mereka menawarkan jasa tumpangan keliling tanggul. Mereka bersedia mengantar sampe pusat semburan lumpur panas. Tapi kita ga ikut nyewa ojek sebab kawatir kemalaman, ga ada rencana sebelumnya sih kl mau ke situ, kebetulan cuman lewat aja..eh ternyata mampir. Di atas tanggul itu kita jalan2 aja menikmati pemandangan.. maksudnya mengamati ding, rumah2 masjid, gereja, pabrik..semua terendam, menyisakan sedikit wuwung (= bagian tertinggi dari genteng). Banyak juga yang terendam total. Pas lagi asyik mengamati, tiba2 pandangan mata tertuju pada seekor kucing yang sedang melompat dari wuwung rumah satu ke rumah lainnya. Rupanya dia mau mencari jalan keluar dari lautan lumpur. Kayaknya dah lama kucing itu terkurung di situ, sebab badannya kurus banget. Kasian deh... kita ga bisa menolongnya, dengan apa mengambil kucing itu. Akhirnya dia menghilang dari pandangan, mungkin masih merambat2 mencari jalan keluar.
Angin di atas tanggul kencang sekali membawa aroma lumpur yang mengganggu pernafasan. Banger bin busuk... seperti air comberan. Sebenernya banyak penjual masker penutup hidung, dijual Rp 1000/biji ada juga Rp 2000/3 biji. Karena rencananya cuman sebentar disana, ya kita ga beli :) meski sebentar kita ga kuat nahan aroma yang semakin menyengat, akhirnya kita memutuskan untuk turun dan pulang ke malang. Sesampe di parkiran kita dah dicegat jukir, kena retribusi parkir Rp 2000/mobil. Kayaknya bencana lapindo ini benar2 dimanfaatkan oleh orang2 di sekitar desa yang terendam lumpur umtuk mengais rejeki. Kalo diitung2... banyak loh pendapatan mereka, banyak banget pengunjungnya. Tapi kalo sebagian hasil dari pendapatan pengunjung disumbangkan pada korban lapindo sih masih mending, kalo engga? yah mau gimana lagi... biarlah itu menjadi urusan mereka :)

Alhamdulillah perjalanan menuju ke malang lancar, kita sampe di malang jam 6-an (manghrib), engga macet seperti berangkat paginya (dari malang) yang molor sampe 3 jam perjalanan, padahal normalnya 1-1,5 jam kalo membawa kendaraan sendiri, sedangkan memakai kereta 2 jam. Kemaren macetnya di kejapanan sampe porong.
(Kemaren sempat mengambil video lokasi benaman lumpur, tapi sayang filenya terlalu besar untuk saya upload disini).

0 Comments:

Post a Comment

Silakan isi kolom komentar dengan mencantumkan ID Anda
(Twitter, FB, IG, eMAIL). Terimakasih