Saya bukan penggemar atau kolektor binatang, apalagi binatang karnivora jenis anjing. Sebelumnya juga tidak pernah melihat binatang ini radius dekat, sebab di lingkungan saya di Malang tidak ada yang memelihara anjing. Kalaupun ada, pastilah sudah digerebek orang sekampung yang menolak peliharaan anjing di kampung. Entahlah, mungkin ada hubungan dengan norma agama, takut digigit karena kebuasannya ataupun terganggu dengan jenggongan anjing.
Lain di Malang, lain dengan di Solo. Di lingkungan rumah saya di Solo, anjing merupakan hewan yang banyak dipelihara penghuni kampung. Bahkan seliweran ke sana-sini seperti keberadaan kucing di Malang. Saya yang tidak terbiasa dengan anjing bila berpapasan di jalan selalu deg-degan seakan pingin lari terbirit-birit. Sekarang dah lumayan terbiasa, meski tidak menyentuhnya.
Bermacam-macam jenis anjing yang kebetulan saya lihat di sini. Tetangga saya ada yang mempunyai anjing kelas elit –begitu saya menyebutnya-- juga ada yang kelas jelata. Salah satunya, yang kelas elit diberi nama Boci. Dia begitu terjamin hidupnya, minumnya susu, makannya sate, roti, jeroan ayam yang digoreng dan sejenisnya. Penampakannya begitu bersih, bulunya coklat kemerahan begitu mengkilat. Anjing rumahan ini setiap harinya berada di teras rumah dengan leher yang terantai kuat. Pemiliknya rajin mengajak jalan tiap pagi, sambil dilatih ketangkasan. Benar-benar terawat, gesit dan penurut banget. Bila lewat di jalan, orang-orang memanggil-manggil namanya, seakan mengelu-elukan. Boci melenggang dengan gagahnya.
Sedangkan dari kelas jelata ada seekor anjing bernama Minah yang sering dipanggil dengan Mimi. Dia seekor anjing betina tanpa ekor --entah bawaan dari lahir atau putus oleh suatu sebab-- dengan warna bulu paduan dari hitam dan putih. Yang membuat saya kasihan dengan anjing ini adalah penampakannya yang kuyu, kurus dan kucel. Sepertinya jarang diberi makan oleh pemiliknya. Namun begitu dia juga amat penurut. Selalu mengikuti kemanapun pemiliknya pergi. Kondisinya yang kucel membuat banyak orang sekitar sebel melihatnya. Bila kebetulan lewat sendirian langsung digusak, diusir.
Akhir-akhir ini sudah lama sekali saya tidak melihat Mimi lewat di depan rumah. Saya pikir dia sakit atau dijual oleh pemiliknya. Info yang saya dengar ternyata Mimi sudah tewas di tangan pemiliknya. Kok bisa? Ternyata Mimi disembelih yang kemudian dimakan sebagai lawuh alias teman makan nasi. Olala… kasihan banget
Ternyata meskipun sekedar binatang, perlakuan yang didapatkan bisa berbeda dikarenakan kelasnya. Entah apa yang terjadi bila Boci tidak berumur panjang. Dimakan ataukah dikubur dengan disertai tangisan pemiliknya? Hmm
Btw, di Solo ini banyak tergelar stand yang menyediakan aneka masakan dari daging anjing, bisa sate (disebut sate jamu alias sate gukguk), rica-rica, cah, oseng, dan sebagainya. Di antara anda ada yang pernah makan daging anjing? Gimana rasanya?
Lain di Malang, lain dengan di Solo. Di lingkungan rumah saya di Solo, anjing merupakan hewan yang banyak dipelihara penghuni kampung. Bahkan seliweran ke sana-sini seperti keberadaan kucing di Malang. Saya yang tidak terbiasa dengan anjing bila berpapasan di jalan selalu deg-degan seakan pingin lari terbirit-birit. Sekarang dah lumayan terbiasa, meski tidak menyentuhnya.
Bermacam-macam jenis anjing yang kebetulan saya lihat di sini. Tetangga saya ada yang mempunyai anjing kelas elit –begitu saya menyebutnya-- juga ada yang kelas jelata. Salah satunya, yang kelas elit diberi nama Boci. Dia begitu terjamin hidupnya, minumnya susu, makannya sate, roti, jeroan ayam yang digoreng dan sejenisnya. Penampakannya begitu bersih, bulunya coklat kemerahan begitu mengkilat. Anjing rumahan ini setiap harinya berada di teras rumah dengan leher yang terantai kuat. Pemiliknya rajin mengajak jalan tiap pagi, sambil dilatih ketangkasan. Benar-benar terawat, gesit dan penurut banget. Bila lewat di jalan, orang-orang memanggil-manggil namanya, seakan mengelu-elukan. Boci melenggang dengan gagahnya.
Sedangkan dari kelas jelata ada seekor anjing bernama Minah yang sering dipanggil dengan Mimi. Dia seekor anjing betina tanpa ekor --entah bawaan dari lahir atau putus oleh suatu sebab-- dengan warna bulu paduan dari hitam dan putih. Yang membuat saya kasihan dengan anjing ini adalah penampakannya yang kuyu, kurus dan kucel. Sepertinya jarang diberi makan oleh pemiliknya. Namun begitu dia juga amat penurut. Selalu mengikuti kemanapun pemiliknya pergi. Kondisinya yang kucel membuat banyak orang sekitar sebel melihatnya. Bila kebetulan lewat sendirian langsung digusak, diusir.
Akhir-akhir ini sudah lama sekali saya tidak melihat Mimi lewat di depan rumah. Saya pikir dia sakit atau dijual oleh pemiliknya. Info yang saya dengar ternyata Mimi sudah tewas di tangan pemiliknya. Kok bisa? Ternyata Mimi disembelih yang kemudian dimakan sebagai lawuh alias teman makan nasi. Olala… kasihan banget
Ternyata meskipun sekedar binatang, perlakuan yang didapatkan bisa berbeda dikarenakan kelasnya. Entah apa yang terjadi bila Boci tidak berumur panjang. Dimakan ataukah dikubur dengan disertai tangisan pemiliknya? Hmm
Btw, di Solo ini banyak tergelar stand yang menyediakan aneka masakan dari daging anjing, bisa sate (disebut sate jamu alias sate gukguk), rica-rica, cah, oseng, dan sebagainya. Di antara anda ada yang pernah makan daging anjing? Gimana rasanya?
suka binatang ya..?
ReplyDeleteDi Solo, semua berkumpul. baik dari yang di jalur kiri maupun kanan, bahkan komunis dulu juga ada. Makanan yang halal banyak, yang haram juga gampang ditemui. begitulah.
ReplyDeleteih kejem banget
ReplyDeletebuat aku pet (binatang peliharaan) itu sama dengan teman,
ga kebayang kl kita makan pet sendiri...
laen kalo ternak..
duh, kasian banget...
ReplyDeletetidak berprikehewanan... :(
biarpun itu cuma binatang... biarpun itu anjing... tp kok rasanya tetap miris, ya?
wew penyayang binatang yaw
ReplyDeleteoalah........
ReplyDeletetak kira mbahas apa, tibakke mbahas 4500 to
wah kalo soal anjing. aku anti banget. takut banget. kalo tinggal di tempat seperti itu pengen cepet2 keluar. Dulu aku pernah bakti sosial di desa yg anjingnya juga seliweran gitu, tapi gak banyak. Aku nunggu ada orang yg mbarengi melewati anjing itu baru berani. Kalo sendirian mendingan gak usah lewat, lha setiap aku ama temanku mendekat dia berdiri. Udah gitu anjingnya besar lagi. sekali gigit pasti sakit banget tuh.
ReplyDeleteAneh. Anjing yg bener2 aneh, berdiri cuma kalo aku ama temenku lewat. Apa dia cuma nakut2in aku ya. sialan dikerjain anjing. di deket rumahku juga banyak sih yg melihara anjing, tapi anjing rumahan, gak dibiarkan berkeliaran. Dulu ada yang anjingnya suka nggigitin orang, trus akhirnya di demo ama warga en anjingnya dibunuh satu, yg satu lagi berhasil melarikan diri.
Wah koq jadi aku yg cerita gini ya..
hehehe..
wah sorry2.. jadi kebawa emosi.
aku pernah lihat tempat pembantaian anjing di Manado.huaaaahh nggak mentolo. Lho di Solo banyak warung asu toh mbak ? nggak nyangka
ReplyDeletewalah..baru tau kalo di Solo banyak anjing berkeliaran bebas dan di makan juga...tapi pengalamannya hampir sama dengan aku waktu pertama kali menetap di denpasar....
ReplyDeleteDi sini lebih banyak kali len....baik anjing liarnya ataupun aneka sajian makanan yang bahan utamanya daging anjing...hhhiiiiyyy....
dan yang lebih bikin ngeri kemaren waktu rame-ramenya rabies di Bali....woooo....ngeri banget kalo liat atau berpapasan dengan anjing liar yang belum pake kalung(tanda sudah di vaksin rabies)....:-O
hi
ReplyDeletewah, asu bisa buat teman lawuh juga, toh? hihihi..
ReplyDeletekasian euy si minah :O