Record The Journey and Thoughts

Monday, 28 September 2009

Do I Still a Blogger?

Saya pernah menyinggung sedikit tentang fenomena blog sekitar 2,5 tahun lalu. Saat itu saya masih mempunyai ghirah yang cukup tinggi dalam dunia menulis yang tentu saja di blog tercinta. Dalam sebulan saya mampu mempublish rata-rata 20 artikel, artinya hampir tiap hari saya mempunyai bahan untuk menuangkan segala ide di kepala. Rasanya mengalir begitu saja, mudah dan menyenangkan. Apalagi waktu itu tema tulisan sebagian besar dalam kategori tips dan trik dalam koridor IT. Meski artikelnya sederhana namun semuanya berdasarkan uji coba dan pengalaman pribadi, bukan kopas dari sumber lain.

Beberapa tulisan saya sering saya temui di blog orang lain, walaupun ada yang jujur mencantumkan blog saya sebagai sumber tulisan, ada juga yang sama sekali tidak mencantumkan dari mana tulisan itu dicomot, bahkan dipakai sebagai iklan produk susu tanpa pemberitahuan pada saya. Awalnya geram mengetahui ketidakjujuran mereka, namun akhirnya saya sadar bahwa blog hanyalah media dalam memberikan sesuatu yang memberikan manfaat bagi orang lain. Masalah diakui orang lain atau tidak itu bukan urusan saya lagi, kewajiban saya hanyalah memberi dan tidak berharap menerima pujian/balasan dari orang lain. Kalaupun ada yang sempat memberikan komentar dalan kolom komentar itu sudah merupakan kebahagiaan, ternyata ada yang respon terhadap remah-remah coretan saya yang kalau dibandingkan blogger yang lebih dulu/senior dari saya, tulisan saya tidak ada apa-apanya.

Bagaimana dengan sekarang?

Sebagai blogger abal-abal, disebut abal-abal karena tidak 100% sebagai blogger, hanya profesi maya yang mendampingi profesi nyata (bekerja) saat itu. Seiring berjalannya waktu, perjalanan saya menulis di blog selama 5 tahun ini tampaknya sudah mulai meredup. Tentu saja bukan tanpa sebab. Saya merasa perlahan-lahan tema tulisan tidak lagi greget seperti dulu. Sekarang lebih banyak ke topik Intermezzo atau cerita (Lady). Mengenaskan ya?

Yup, setidaknya saya masih eksis di dunia maya, masih memiliki blog (meski frekuensi tulisan tidak banyak seperti dulu), dan masih aktif di milis. Kalau dulu mungkin sering kontak dengan sesama blogger saja, karena tidak semua orang di dunia maya suka menulis. Kini teman saya semakin bertambah dengan media jejaring sosial, bertemunya kembali dengan teman-teman jaman sekolah dulu, saudara yang sempat berjauhan tempat tinggal, semakin dekat rasanya. Kalau dulu mengandalkan koneksi internet di tempat kerja, sekarang bisa online di/dari mana saja, apalagi di rumah. Siapa tahu kondisi ini akan membangkitkan semangat untuk menulis lagi yang lebih berbobot? atau mendapatkan lebih banyak dollar dan rupiah via blog? Insya4wl.. amin.

So, do I Still a Blogger?

Saturday, 12 September 2009

Betiga

Istilah buka bersama umumnya menggunakan singkatan buber, bukber, bubar, dst yang tidak jauh dari 2 kata tsb. BETIGA terdiri dari 3 suku kata be-ti-ga, sepertinya kurang nyambung dengan kata ‘buka bersama’. Ternyata BETIGA merupakan bentuk lain dari kata B3, 3B, maupun BBB alias Buka Bersama Bengawan. Acara ini bagian dari agenda Bengawan di bulan Romadhon yang tergelar di Taman Budaya Surakarta (TBS) tepatnya di pendopo wisma seni pada hari Jumat, 11 September 2009. Tidak hanya dihadiri bengawan/ti, tapi juga komunitas dari luar Solo yakni Ponorogo dan Yogyakarta.

Bukan tanpa makna bila istilah menggunakan istilah Buka Bersama Bengawan (BETIGA). Membuka pintu silaturahim bengawan dan bengawati. Membuka jatidiri tentang siapa, bagaimana dan motivasi apa di ranah blog. Membuka hati untuk menerima keragaman profesi, motivasi dan sara (suku agama ras). Serta membuka ide-ide yang belum tertuang demi mweujudkan asa bengawan di masa mendatang. Bengawan benar-benar hangat…

Setelah sholat maghrib berjamaah tibalah pada puncak acara yakni berbuka puasa menikmati tengkleng khas Solo.Iini menu yang baru saya kenal setelah menetap di Solo. Mirip dengan gule, sama-sama dari kambing namun cirikhasnya adalah lebih banyak tulang belulang seperti bagian kepala, kaki, tetelan dsb. Saya yang baru sekarang meracik di piring sendiri malah mendapatkan bagian mata… duh. Namun tak kalah sedap adalah otak kambing. Atas rekomendasi teman saya kutan mengambil otak dalam tengleng yang dibungkus dengan daun pisang. Terus terang baru sekarang saya makan otak. Makyuss..

Semoga setelah ini akan lebih greget lagi acara dan agenda dari komunitas sebagai wujud eksistensi blogger Bengawan Solo.

tengkleng


otak kambing



bengawati


Wednesday, 9 September 2009

999

Angka cantik sering menjadi dambaan sebagian orang. Ada yang dipakai sebagai nomer hp, plat mobil, juga tanggal kelahiran.

Yang sering disebut angka hoki adalah angka 9. Angka 999 tidak asing bagi saya karena angka itu adalah merk teh yg biasa saya minum. Ada yang menjadikan angka tsb sebagai tanggal kelahiran meski untuk mendapatkan harus menjalani persalinan yang tidak normal. Mereka menganggap itu angka hoki. Memang sih masing-masing orang berhak atas pilihan dan keinginan mereka.

Bagi saya sebutan hoki harus disertai wujud nyata. Pada 9 september 09 ayah memenangkan lomba memancing ikan dengan nilai jutaan. Pada tanggal itu juga hadiah dari kontes blog yang saya ikuti dikirimkan kepada saya. Benar-benar hoki..

Btw, saya juga lahir tanggal 9 semoga juga membawa hoki bagi saya, keluarga, agama, bangsa dan negara. Amin..

*gambar diambil dari luminopolis.org

Monday, 7 September 2009

Penukaran Uang Baru

Indonesia. Negara yang penuh dengan budaya. Budaya tahunan yang selalu ada adalah budaya mudik, terutama saat hari raya idul fitri yang sebentar lagi kita masuki. Selain itu ada budaya yang tak kalah hebohnya yakni masyarakat kita juga melestarikan budaya menukar uang baru. Seakan masyarakat kita mendadak kaya. Kalau saya lihat penampilan mereka rata-rata dari golongan menengah ke bawah.

Awalnya tidak pernah terbersit dalam angan saya untuk mempunyai uang baru yang mulus saat lebaran. Namun setelah mengetahui BI merilis uang baru nominal 2000, saya jadi penasaran ingin menukar uang di BI seperti orang lain. Sebenarnya kalau menukar uang bisa di bank mana saja, tapi untuk nominal baru tersebut hanya BI yang bisa melayani.



Oleh sebab itu saya nekat berangkat ke BI jam 6. Sesampainya di sana apa yang terjadi? Antrian panjang sekitar 500 meter membuat saya ragu untuk meneruskan niat. Namun setelah melihat begitu cepatnya antrian maju, saya memantapkan hati masuk dalam antrian. Belum lama saya mulai menikmati arus, tiba-tiba ada yang teriak memberitahu bahwa kartu nomer pengambilan sudah habis, waktu itu maksimal mencapai 1200 nomer. Antrian yang panjang tidak lama kemudian membubarkan diri, bahkan sempat membuat lalu lintas kacau balau. Namun ada juga yang masih emoh beranjak dari posisinya, masih saja mengantri dalam naungan sinar matahari dengan harapan pihak BI merubah pengumuman yang mulai terpasang di sepanjang dinding dari seng.

Waah.. Akhirnya saya pulang dengan tangan hampa, dan sepertinya belum ada niat lagi untuk mengikuti budaya tukar uang. Rasanya menyiksa diri kalau rela berpanas-panasan hanya untuk kesenangan sesaat.

Namun bagi yang ingin sukses mendapatkan uang baru, ada cara lain untuk mendapatkan uang baru itu yakni:

1. silakan datang ke TKP jam 12 malam. Itu saran dari orang-orang di sana. Lha wong ada yang datang jam 4 pagi saja tidak kebagian kok...

2. dengan membeli uang di calo, dengan harga 10-20% di atas jumlah yang ditukar, pinter-pinteran nawar saja.

mengantri..


Ya sudahlah, saya tidak mendapat uang baru tidak masalah, toh uang rupiah lama maupun baru tetap bernilai sama, tidak seperti dolar yang harus tetap kuenceng dan kuinclong bila ingin harganya tinggi. Yang terpenting adalah, bagaimana menjaga ibadah puasa kita supaya tidak sia-sia..